7 Pesan Akhir Ramadhan
Oleh Amiruddin
PENEANTIAN umat Islam akan kedatangan
Ramadhan berlangsung sangat lama, sebagian terkadang tak sabar ingin bertemu
Ramadhan. Bulan dambaan berjuta keistimewaan. Sebaliknya, setelah sekian hari,
sekian minggu Ramadhan bersama umat Islam dia akan segera pamitan, tak terasa
detik berlalu, jam terus berputar dan hari demi hari telah menghantarkan kita
ke penghujung babak final Ramadhan.
Rasanya baru kemarin kita begitu
bersemangat mempersiapkan diri untuk memasuki bulan Ramadhan, syahrul tarbiyah,
bulan pelatihan, media training jiwa, bulan Quran, bulan maghfirah, bulan penuh
berkah. Namun beberapa saat lagi, Ramadhan akan meninggalkan kita, padahal kita
belum optimal melaksanakan qiyamul lail, belum mengkhatam Al-Quran
sekalipun serta belum puas melaksanakan ibadah-ibadah lain, target-target yang
kita pasang belum semuanya terlaksana. Dan kita tidak akan pernah tahu apakah
masih dapat berjumpa dengan Ramadhan berikutnya.
Menjelang akhir Ramadhan tentu membuat
sebagian umat Islam merasa sedih, hampa hidup dan merasa akan kehilangan
momentum penting dalam menggait pahala seluas langit dan bumi serta menggapai
ridha Allah. Bila Ramadhan berlalu, para shahabat meneteskan air mata,
disebabkan rasa gundah gulana tak berjumpa lagi Ramadhan berikutnya.
sebagaimana para sahabat meneteskan air
mata kesedihan karena takut tidak bisa bertemu kembali dengannya. Andaikan
Ramadhan tak membisu, tentu kita akan mendengarkan segenap pesan penting yang
harus dilestarikan umat Islam. Setidaknya ada tujuh pesan utama.
Pesan Ramadhan
Pesan pertama, setelah kepergiaku, kalian
akan berjumpa dengan Syawal, di dalamnya terdapat ibadah sunat yang dapat
menyempurnakan amalan di bulan Ramadahan. Oleh karena itu jangan lupakan
sedetikpun aku (puasa), karena aku akan terus merindukan manusia dengan
menghampirimu selama enam hari di bulan Syawal, dengan misi visi mendekatkan
aku dengan kamu, aku akan lebih dekat lagi ketika engkau melaksanakan puasa
senin dan kamis, atau puasa ‘Asyura, atau puasa Ayyâmul baidh,
yakni tanggal 13,14, dan 15 setiap bulanqamariyah, dan puasa Arafah.
Rasulullah mengintruksikan umat Islam
untuk senantiasa menghidupkan puasa Nabi Daud (sehari berpuasa sehari berbuka).
Inilah momen yang Allah SWT berikan melalui teladan Rasul sebagai panggung
mempertemukan puasa dengan manusia. Itu semua tiada lain agar engkau selalu
mengingatku, sehingga aku pasti menunggumu di pintu Ar-Rayyân.
Pesan kedua, selama bersamaku engkau telah
terdidik/terlatih membentuk pribadi muslim yang senantiasa berta’abud siang
malam kepada Allah, takut akan segala bentuk larangan dan ancaman Allah.
Karenanya jangan engkau tanamkan prinsip beribadah hanya dibulan Ramadhan saja,
jangan takut pada Allah hanya saat Ramadhan, namun tumbuhkanlah perintah
Allah tidak terbatas di bulan Ramadhan, pantauan Allah selalu tertuju pada
prilaku hamba. Berbuat baiklah terhadap sesama, jalani hidup dengan sikap ihsan
(merasa dijangkau oleh Allah), sehingga tindak tanduk manusia berada dalam
garis Islam. Usai Ramadhan tidak lagi ada pembunuhan, khalwat, penguasa tidak
mengabaikan hak rakyat, korupsi menjadi kata paling dibenci, sehingga masa
training Ramadhan benar-benar menjadi bekal dan membekas bagi hidup hamba.
Pesan ketiga, Al-Qur’an adalah pedoman
hidupmu, salah satu media untuk berinteraksi antara kamu dan Allah. Karenanya,
jangan engkau biarkan kitab suci Al-Quran bersampulkan debu di lemari kaca,
jangan pajangkan Al-Qur’an di rumah sebagai penakut jin/shetan, buatlah jadwal
agar kamu bisa tetap membacanya seperti sediakala ketika aku ada bersamamu.
Al-Quran bak obat penawa problematika
hidup, gizi manjur untuk hatimu, menata hati ketika kegelisahan menguncang jiwa
manusia. Sebagai penolong (syafaat) yang mengagumkan di hari pembalasan kelak.
Menyangkut masalah ini Rasulullah bersabda, “Puasa dan Al-Quran itu akan memberikan
syafa’at kepada hamba di hari kiamat. Puasa akan berkata, ‘Ya Rabbi, aku telah
menghalanginya dari makan dan syahwat, maka perkenankanlah aku memberikan
syafa’at untuknya.’ Sedangkan Al-Quran akan berkata,‘Ya Rabbi, aku telah
menghalanginya dari tidur di malam hari, maka perkenankanlah aku memberikan
syafa’at untuknya’. Maka Allah SWT memperkenankan keduanya memberikan
syafa’at.” (HR Imam Ahmad dan Ath-Thabrani).
Pesan keempat, setelah kepergianku,
tetap hidupkan malamu dengan shalat malam, meskipun hanya melaksanakan dengan
raka’at yang ringan, sungguh shalat malam mampu mendekatkanmu dengan Raja-ku.
Nabi bersabda, “hendaklah kalian shalat malam, karena shalat malam adalah
kebiasaan yang dikerjakan orang-orang shaleh sebelum kalian, ia adalah ibadah yang
mendekatkan diri kepada Rabb kalian, penghapus berbagai kesalahan dan pencegah
perbuatan dosa" (HR. Tirmidzi). Abu Sulaiman Ad-Darini berkata, orang yang
rajin shalat malam di waktu malam, mereka akan merasakan kenikmatan lebih dari
orang yang begitu girang dengan hiburan yang mereka nikmati. Seandainya bukan
karena nikmatnya waktu malam tersebut, aku tidak senang hidup lama di dunia.
Pesan kelima, setelah kepergianku,
jangan engkau tinggalkan kebaikan-kebaikan yang sudah kamu lakukan di saat aku
ada di sisimu, ketahuilah bahwasanya Raja-ku senantiasa mencintai satu amalan
kebaikan yang dilakukan tanpa henti walaupun itu sedikit, lebih baik beramal
sedikit namun dilakukan setiap kali ketimbang beramal banyak tapi hanya sekali
saja. Aisyah mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda ”Amalan yang paling
dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.”
(HR Muslim).
Pesan keenam, ketika aku pergi, duhai kasihku Muslim/Muslimah jangan
kau lepaskan kembali jilbabmu, jangan bangga mengenekan celana pendek di tempat
umum. Hijab adalah simbol kehormatan dan kemuliaanmu, jangan kau memakainya
karena aku, tapi pakailah ia karena Raja ku, karena kewajiban dan karena
kebutuhanmu. Hijab adalah kecintikan bagi Muslim/Muslimah, tampil cantik dihadapan
Allah jauh lebih utama dari pada dihadapan manusia. Jadikanlah hijab sebagai
pembeda antara muslim dengan kaum kafir, (P Imron Nurtsani).
Ketujuh, selama aku bersamamu, shalat berjama’ahmu
teratur, tiada waktu tanpa berjama’ah, tiada engkau lalaikan shalat meskipun
urusan dunia mengejarmu. Setelah kepergianku jangan engkau amandement/rubah
tata hidup yang indah engkau susun saat bersamaku.
Shalat berjamaah termasuk sunnah
Rasulullah SAW dan para shahabat. Tidak pernah sekalipun Beliau saw tinggalkan.
Toleransi yang diperbolehkan untuk tidak berjamaah di masjid adalah ketika ada
uzur yang syar’i. Bahkan ketika Rasulullah sakit saja, beliau masih tetap
shalat berjamaah di masjid. Bagaimana dengan kita?, apakah kita mencari-cari
alasan untuk tetap shalat ke masjid ataukah mencari-cari alasan untuk tidak ke
masjid sebagaiman ketika Ramadhan.
Tangisan akhir Ramadhan
Para salafush shalih, setiap bulan
Ramadhan pergi meninggalkan mereka, mereka selalu meneteskan air mata. Di lisan
mereka terucap sebuah do’a yang merupakan ungkapan kerinduan akan datangnya
kembali bulan Ramadhan menghampiri diri mereka.
Ketika bulan Ramadhan berlalu, hati mereka
menjadi sedih. Tidak mengherankan bila pada malam-malam terakhir Ramadhan, pada
masa Rasulullah SAW, Masjid Nabawi penuh sesak dengan orang-orang yang
beri’tikaf. Dan di sela-sela i’tikafnya, mereka terkadang menangis
terisak-isak, karena Ramadhan akan segera berlalu meninggalkan mereka. Dari
Jabir ra, Rasulullah bersabda, “di malam terakhir Ramadhan, menangislah tujuh
petala langit dan tujuh petala bumi dan para malaikat, karena akan berlalunya
Ramadhan, dan juga keistimewaannya. Ini merupakan musibah bagi umatku”.
Betapa tidak, dalam bulan itu segala
doa mustajab, sedekah makbul, segala kebajikan digandakan pahalanya, dan
siksaan kubur terkecuali, maka apakah musibah yang terlebih besar apabila
semuanya itu sudah berlalu.
Ketika mereka memasuki detik-detik akhir penghujung Ramadhan, air mata mereka terus membasahi pipi dengan hati amat sedih.
Ketika mereka memasuki detik-detik akhir penghujung Ramadhan, air mata mereka terus membasahi pipi dengan hati amat sedih.
Sisa detik Ramadhan masih dapat
dimafaatkan sebaik mungkin oleh umat Islam. Mari mencapai titik pembebasan api
neraka, sehingga kelak kita menjadi hamba yang taqwa sebagaimana tujuan surat
Al-Baqarah:183. Setelah Ramadhan manusia dapat menjadi pribadi muslim sejati,
tidak ada tawar menawar dalam menjalankan perintah Allah, menjadi pemimpin yang
amanah yang bebas dari perbuatan tercela dan KKN. Amin Ya Lathif.
Amiruddin, S.HI. Ketua Umum Dayah Darul
‘Ulum Abu Lueng Ie, dan alumni Ahwal Al-Syakhshiyyah UIN Ar-Raniry – Banda
Aceh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar